Minggu, 05 Oktober 2014

Isyarat Keseimbangan

Hidup itu penuh warna penuh rasa. Begitulah yang selalu disampaikan oleh dunia. Namun aku.. Terkadang aku tidak tahu apa itu rasa, apa itu warna.. Hidupku hanya sebuah jalan lurus tak berbelok. Aku tidak pernah tahu apakah ada persimpangan di ujung jalan.

Setiap hari.. setiap menit.. siklus kehidupanku berputar rapi. Bangun pagi, sarapan, kerja, pulang, tidur. Begitu seterusnya. Aku tidak pernah tahu apa itu sahabat. Aku tidak pernah tahu bagaimana seharusnya teman itu. Aku hanya mengenal mereka, berinteraksi dengan mereka, bercengkrama dengan mereka. Namun itu semua hanya terjadi jika kami berada dalam satu ruang dan waktu.

Dunia yang aku tahu saat ini sedang mendewakan tekhnologi. Gadget terbaru seolah seperti sunah rasul yang harus dibeli. Aku tidak pernah bisa paham mengapa mereka lebih menyukai berhubungan melalui gadget. Hahaha.. mungkin itulah yang membuat aku seperti orang freak yang tidak gaul. Tak apalah.. Aku tak pernah menyesali ini.

Soal cinta.. Aku juga tidak paham tentang ini. Atau lebih tepatnya, aku menyerah jika bergelut dengan kata cinta. Ya.. menurutku cinta itu semu. Atau.. hanya aku saja yang selalu skeptis tentang cinta. Entahlah..

------------------------------------------------------

Agustus

"Balance kan hidupmu"
Kalimat itu selalu terngiang di pikiranku.

Dan.. pertama kalinya dalam hidup, aku keluar dari rutinitasku. Disini.. di tempat ini.. Menjadi minoritas agar aku tahu bagaimana menikmati hidup.

Aku mengikuti sebuah kelompok sosial tentang anak - anak. Aku ingin bisa membaur layaknya sukarelawan yang lain. Lagi - lagi aku hanya diam. Aku berada di tempat duduk paling belakang. Bukan karena aku tak suka, tapi aku tak tahu bagaimana cara memulai percakapan dengan mereka. Ahh.. sepertinya rutinitas sudah merenggut kecerdasan otak kananku.

Biarlah.. aku menjadi penonton. Kualihkan perhatianku pada pajangan foto - foto yang ada di rumah ini. Senyum dan ekspresi lepas dari anak - anak. Ahh.. aku iri.. aku bahkan sudah lupa kapan terakhir kalinya aku tertawa lepas.

Entah mengapa, ada satu wajah yang tertangkap mataku. Aku tidak mengenal dia, tapi aku langsung merasa yakin suatu saat, akan ada takdir yang membuat kita terhubung.

--------------------------------------------------

September

"Halo.. aku Awan" 
Pertama kalinya aku menjabat tangan orang yang aku lihat di foto itu. Aku menatap matanya. Aku menemukan ada sesuatu yang menarik di dalam matanya. Tatapannya sayu seperti menyimpan banyak kesedihan dan kekhawatiran. Tatapannya hangat seperti seorang alim yang berhati mulia. Tatapannya tegas seperti seorang ayah yang ingin menjaga keluarganya.

Tak kusangka ternyata dia adalah leader di timku. Sekali lagi firasatku tepat. Ahh.. hanya kebetulan.. Lagipula, bukanlah laki - laki yang menjadi tujuanku. 

Mencoba menjadi minoritas membuatku belajar hal - hal baru. Merasakan perasaan baru. Memperoleh pemikiran - pemikiran baru. Ya.. semua hal baru diluar rutinitasku. Bukan tentang kekayaan, bukan tentang jabatan, bukan tentang ketenaran. Aku merasakan kembali hidup dalam damai. Tak memandang status keluarga, tak memandang darimana kita berasal.

Di bagian hidup yang baru ini. Ada waktu yang paling kusuka. Waktu yang selalu aku tunggu. Waktu yang mampu membuatku merasa kagum.

Waktu menjadi indah ketika aku melihat dia memainkan gitarnya. Waktu menjadi sempurna ketika aku melihat dia tersenyum dan tertawa. Waktu menjadi waktu ketika aku bisa melihatnya meski dari jauh. Tapi aku tetap bahagia meski aku hanya bisa melihat tanpa menyapa dan menyentuhnya. Karena aku tahu.. apa yang ga bakal bisa aku miliki.

------------------------------------------

Kucoba semua
segala cara
kau membelakangiku
kunikmati bayangmu

itulah saja
cara yang bisa
tuk ku menghayatimu
untuk mencintaimu

sesaat dunia
jadi tiada
hanya diriku yang mengamatimu
hanya dirimu yang jauh disana

ku takkan bisa
lindungi hati
jangan pernah kau tatapkan wajahmu
bantulah aku semampumu

rasa.. harap..
hanya isyarat yang sanggup kau rasa
tanpa perlu kau sentuh
harapan impian yang hidup
hanya untuk sekejap

langit hujan tetap hangat
nafasku..

rasa.. harap..
hanya isyarat yang sanggup kau rasa
tanpa perlu kau ucap

air.. udara..
lepas.. angin.. malam..
buang waktu ku..

itulah.. saja.. 
cara yang bisa..

rasakanlah.. isyarat..


(Isyarat - Dee)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar